ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN
KEBIJAKAN PEMBERANTASAN WABAH PENYAKIT MENULAR:
KASUS KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE
(KLB DBD)
Lutvi Heryantoro, Luthfia Lisdawati, Noer Aisah, Weni Elizar, Jubaidillah, Riris Subastian
A. Stakeholder
1. Menteri Kesehatan
2. Dirjen P2M&PL
3. WHO
4. Pemerintahan daerah
B. Sasaran
Penanggulangan wabah demam berdarah seperti halnya wabah pada umumnya, melibatkan peran serta
masyarakat.
C. Tujuan
Kebijakan-kebijakan pemberantasan DBD secara umum bertujuan untuk:
1. Menurunkan angka kesakitan DBD yang tiap tahun selalu mengalami kenaikan.
2. Menghindari terjadinya KLB di daerah endemik atau pun di daerah yang belum ditemui kasus.
3. Menekan penyebaran penularan penyakit terutama dalam upaya pemberantasan vector DBD (Aedes
aegypti).
4. Memberdayakan masyarakat agar mempunyai pengetahuan yang benar tentang DBD, upaya
pencegahannya serta masyarakat tanggap terkait dengan sistem kewaspadaan dini.
D. Aplikasi Kebijakan dalam masyarakat
Sebagian besar kebijakan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue masih lebih banyak berkonteks retrospektif (setelah kejadian) hanya setelah terjadi out break saja dan pada upaya pengobatan (kuratif), dibanding konteks prospektif (sebelum kejadian) dan upaya pencegahan (preventif). Misalnya kebijakan pengobatan gratis dan kebijakan larangan pada rumah sakit untuk menolak pasien demam berdarah, pengasapan (fogging) yang menurut petunjuk teknisnya memang dilakukan seperlunya sebatas 100 meter dari lokasi adanya penderita demam berdarah. Upaya pencegahan (preventif) yang dilakukan secara dini dan berkesinambungan belum banyak mendapat penekanan. Padahal, pemberantasan vektor penyakit demam berdarah harus dilakukan secara dini dan berkesinambungan (Bramono 2005), (WHO 2004). Kecenderungan retrospektif dan kuratif ini tidak konsisten dengan paradigma kesehatan yang baru yaitu pendekatan yang lebih mengutamakan upaya preventif daripada kuratif (Depkes 2003), (Suara Pembaruan 22 September 2004).
E. Rekomendasi
Umumnya, setelah demam berdarah berjangkit di banyak wilayah dan penderita di rumah sakit sudah banyak jumlahnya, barulah pemerintah berusaha menerapkan secara tegas kebijakan dan program berkaitan pemberantasan demam berdarah. Oleh karena itu, selain terkesan terlambat, kebijakan dan program yang dilaksanakan terkesan tidak berorientasi pada antisipasi KLB DBD. Padahal antisipasi dapat dilakukan dengan memutus rantai perkembangbiakan virus DBD, yaitu memberantas sarang nyamuk Aedes aegipty secara terus menerus, tidak hanya saat musim penghujan saja
Program pengontrolan vektor penular cenderung dilakukan secara pasif oleh pemerintah. Ketidakberhasilan pemberantasan menyeluruh dapat terjadi dikarenakan tidak semua masyarakat melakukan upaya pemberantasan vektor penular penyakit, pemberantasan sarang nyamuk tidak mungkin dapat tuntas dilakukan bila anggota masyarakat sampai ke lingkungan terkecil rumah tangga tidak melakukannya. Pemberantasan sarang nyamuk dengan kegiatan 3M seharusnya juga dilakukan tidak hanya di rumah tapi juga di tempat umum di mana masyarakat banyak berkumpul di pagi hari seperti di sekolah, kantor, kampus, mengingat bahwa nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia pada pagi hari.
Negara-negara yang sukses melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan penegakan hukum memberlakukan undang-undang yang secara langsung mengatur pemberantasan sarang nyamuk. Misalnya di Singapura,”The Destruction of Disease Breeding Insects Acts of 1968” diberlakukan dengan tegas beserta sanksi hukumnya berupa ancaman denda atau penjara benar-benar dijalankan (Bang & Tonn 1993), (Teng 1997). Pada tahun 1981, denda yang dikumpulkan sejumlah S$ 317.671 sementara jumlah penduduknya saat itu 2.443.000 orang. Malaysia juga memberlakukan undang-undang ”The Destruction of Disease Bearing Insects Act” di mana kelalaian membiarkan perkembangbiakkan nyamuk penular penyakit ditindak sebagai pelanggaran hukum dengan ancaman denda atau penjara (Bang & Tonn 1993). Hasilnya, Singapura dan Malaysia hingga kini dapat mengendalikan perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes aegypti dengan angka indeks rumah tangga bebas jentik lebih dari 95% yaitu dari 100 rumah, lebih dari 95 rumah bebas dari jentik nyamuk Aedes aegypti.
Penegakan hukum juga diperlukan untuk mengawal dengan ketat pelaksanaan kebijakan penanganan wabah penyakit yang berpihak pada masyarakat yang tidak mampu (option for the poor). Ketika kebijakan pembebasan biaya pengobatan bagi penderita yang dirawat di ruang perawatan kelas III ditetapkan, namun tidak didukung oleh penegakan hukumnya, pihak rumah sakit dapat tetap memungut biaya, yang akhirnya menghambat upaya perawatan pasien penderita demam berdarah. Kejadian seperti ini banyak dilaporkan terjadi di rumah sakit di Jakarta (Jaringan Miskin Kota, 2004).
KEBIJAKAN PEMBERANTASAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE.
Upaya penanggulangan KLB DBD meliputi:
(1) Pengobatan dan perawatan penderita
- Memerintahkan semua rumah sakit baik swasta maupun negeri untuk tidak menolak pasien yang menderita DBD.
- Meminta direktur/direktur utama rumah sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan seluruh biaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai program PKPS-BBM/ program kartu sehat . (SK Menkes No.143/Menkes/II/2004 tanggal 20 Februari 2004).
- Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu RS di daerah , yang terdiri dari unsur-unsur :
§ Ikatan Dokter Anak Indonesia
§ Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia
§ Asosiasi Rumah Sakit Daerah
- Pemerintah merekomendasikan sejumlah rumah sakit milik pemerintah untuk memberikan pengobatan gratis kepada penderita DBD yang dirawat di ruang perawatan kelas III.
- Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp. 500 juta, di luar bantuan gratis ke rumah sakit.
Dalam program Indonesia Sehat 2010, salah satu indikator kesehatan masyarakat adalah terbebasnya masyarakat dari kejadian luar biasa demam berdarah dengue. Untuk itu ditetapkan target bahwa pada tahun 2010, diharapkan angka kematian karena demam berdarah dengue, tidak lebih dari 1% dari jumlah penderita demam berdarah. Data pada tahun 2000 menunjukkan angka kematian demam berdarah dengue masih sebesar 22,1% (Depkes 2002).
(2) Penyelidikan epidemiologi dan sarang nyamuk penular DBD
- Pemerintah melakukan penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui perkembangan virus dengue.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue Bab Pengertian dijelaskan bahwa, ”Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pelacakan penderita/tersangka lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue di rumah penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih lanjut.” Sedangkan penanggulangan seperlunya adalah ”penyemprotan insektisida dan/atau pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi”.
(3) Pemberantasan vektor (yaitu nyamuk penularnya)
- Pemerintah merekrut juru pemantau jentik (”jumantik”) untuk memeriksa jentik-jentik nyamuk Aedes aegypti di setiap rumah tangga.
Pemberantasan vektor merupakan upaya yang mutlak untuk memutuskan rantai penularan (WHO 2004), (Suroso 1983), (Suroso & Umar 1999), (Nadesul 2004), (Bang & Tonn 1993). Strategi yang dilakukan di Indonesia adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengasapan (fogging), dan larvasiding, yaitu memusnahkan jentik nyamuk dengan menaburkan bubuk abate ke air yang tergenang di dalam tampungan-tampungan air.
Program yang dilakukan adalah gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara massal dan nasional. PSN dilakukan dengan menerapkan 3M (Menutup wadah-wadah tampungan air, Mengubur atau membakar barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan Menguras atau mengganti air di tempat tampungan air). Kegiatan 3M dihimbau untuk dilakukan oleh masyarakat satu minggu sekali. Gerakan ini dicanangkan oleh Pemerintah setiap tahunnya pada saat musim penghujan di mana wabah demam berdarah dengue biasa terjadi. Pada program pembangunan 2004-2005, pencanangan Gerakan PSN dimulai sejak November 2004 dan ditegaskan kembali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Februari 2005.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992 juga menetapkan bahwa pelaksanaan kegiatan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat di bawah koordinasi Kepala Wilayah/Daerah.
Dengan perkembangan kebijakan desentralisasi kesehatan, pelaksanaan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue saat ini di Daerah Tingkat II menjadi tugas dan wewenang Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 Pasal 2 ayat 10.
(4) Penyuluhan kepada masyarakat
- Pemerintah melakukan penyuluhan masyarakat melalui iklan layanan masyarakat di media massa, brosur dan penyuluhan melalui tenaga kesehatan.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue menyebutkan bahwa ”upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan melalui kegiatan pencegahan, penemuan, pelaporan, penderita, pengamatan penyakit dan penyelidikan epidiomologi, penanggulangan seperlunya, penanggulangan lain dan penyuluhan kepada masyarakat.”
Dalam penjelasan Pasal 5 Undang-undang No. 4 Tahun 1984, dikatakan bahwa penyuluhan kepada masyarakat adalah kegiatan komunikasi yang bersifat persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar masyarakat mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dapat melindungi diri dari penyakit, dan apabila terkena, tidak menular pada orang lain.
Dalam penjelasan Pasal 5 Undang-undang No. 4 Tahun 1984,juga dikatakan bahwa penyuluhan dilakukan agar masyarakat dapat berperan aktif dalam menanggulangi wabah. Selanjutnya dalam Pasal 6 dikatakan bahwa mengikutsertakan masyarakat secara aktif haruslah tidak mengandung paksaan, disertai kesadaran dan semangat gotong royong, dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, kebijakan pemberantasan penyakit menular memang mendorong pelibatan masyarakat secara aktif, namun ini lebih bersifat himbauan.
Pelaksanaan Undang-undang No. 4 Tahun 1984 yang selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1991. Dalam peraturan ini, yang ditekankan juga adalah partisipasi masyarakat secara aktif namun partisipasi ini lebih dimunculkan secara persuasif.
(5) Evaluasi penanggulangan KLB (Ditjen PPM & PLP 1987).
- Pemerintah menerapkan sistem peringatan dini dan menetapkan status Kejadian Luar Biasa pada wilayah yang mengalami ledakan kejadian demam berdarah dengue.
- Pemerintah memberikan perlakuan seperti pada penanganan Kejadian Luar Biasa, walaupun kejadiannya belum sampai pada kriteria Kejadian Luar Biasa (Depkes ,2005).
(6) Kebijakan Lain
- Mengundang konsultan WHO untuk memberikan pandangan, saran dan bantuan teknis.
- Menyediakan “call center”:
o DKI Jakarta, Pusadaldukes (021) 34835188 (24jam)
o DEPKES, Sub Direktorat Surveilans (021) 4265974, (021) 42802669
o DEPKES, Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) (021) 5265043
- Undang-undang No. 4 Tahun 84 mengatur tentang ketentuan pidana pelanggaran kelalaian penanggulangan wabah penyakit. Kesengajaan menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah dipandang sebagai kejahatan dan diancam dengan pidana penjara maksimal satu tahun dan/atau denda maksimal satu juta rupiah. Sedangkan kealpaan yang mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah penyakit dipandang sebagai pelanggaran dan diancam pidana kurungan maksimal enam bulan dan/atau denda maksimal lima ratus ribu rupiah (Pasal 14).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar