Rabu, 30 Maret 2011

NARASI DI BALIK BILIK

Aku ingin mencari malam,
Dia mana tak ku jumpa lagi kelam, 
Aku terus berdiam,
Tak jua ku rasa luka nang meredam, 
Bintang terkelip redup tersedak, 
Merajuk bidadari kecil di balik bilik,
Mengosong, mengasing, dan terisak, 

Tak bersarang sajakan angin pekat nang dingin, 
Hingga gelap tak lagi selimuti malam, 


Tik, 
Tertetes, 
Tetes ini berasa embun atau mata nang berdentum?
Dari balik mana malaikat merajut luka beralur kusut,

Sampai jemari terlentik tak mampu mengurut,. 


Akhirnya
Dahi pun berkerut, 
Beku – ku,
Letih – ku,
Penat – ku,. 
Dan berdiriku kembali terguyum dibalik bilik,
Sisakan dingin berbalut sepi,


Malam tetep gelap
Dingin tetap menggigil,
Sepi tetap memanggil,
Berumah-nya dan aku tetap sendiri. 


Yogyakarta, 28 Oktober 2006

Jumat, 11 Maret 2011

SENDU BISU

Diraut mu sering terlihat duka
Tak seperti malam ini, Ini kali pertama
Terlihat maha duka betahta,
Menggantung di wajah mu,
Sendu


Kau di jendela kamarmu atas
Sementara aku berdiri di bawah, menengadah
Melepas pandang dalam bimbang ke arah wajah tak lepas
Tampak sayu dan mata mu basah
Galau menderu menyerang dengan tanya
Mengapa?


Tak berapa lama
Air matamu jatuh membentur di muka
Ruang-ruang hati jadi gemetar dibuatnya
Aku tak bisa berkata apa-apa
Kau juga


Memandang ku sesaat,
Sebelum akhirnya kau tutup jendela kamar itu rapat
Dan berlalu


 Yogyakarta, 21 November 2009

DONGENG PENANTIAN

Sepi dirundung senyap, malam dibekap gelap. Jangkrik–jangkrik dan dedemit–dedemit serta pengguasa malam nyanyikan senandung kepedihannya sendiri, tralala-tralili menertawakan sepi yang sebenarnya gaun yang ia kenakan dikulit pitam diri.

Tertekan batin dan kata terbekap di tenggorok. Tatkala semua tak tertahan, anjing liar pergi-Lari kemudian berpekik dan alam hanya bisa berkidik.

Serta merta anjing terseok mengendus tapak senyum-pandang hilang, mencumbui tanah tubuh dibayang usang, ½ terkulai harap mengalir di sela candela raya pedih-resah diam berlambang, kemudian bertanya kemana pandang–kemana hilang.

Anjing melangkah mengendus jejak disemat kenang, tak tersentuh cukup mengasuh dalam gelap terang kunang-kunang, itu saja tampak tlah cukup membuatnya diberang senang.

”Lalu apa lagi yang terharap jika alam maunya meremang?”

Jangkrik dan dedemit serta penguasa malam bentak sepi dirundung senyap. Dimulai dari kerikan jangkrik bersaut lolong anjing, dedemit dan penguasa malam mulai kembali berani bersenandung lantunkan jejak kenang seraya menunggu,

”Malam dengan bulan tetap terbaik di hatinya sampai pun ruang-ruang itu semati tugu.”

Yogyakarta, 11 mei 2007

MENYENTUH CAHAYA BULAN

Ketika waktu itu akhirnya terjadi
Masihkah kau memandang ku?
Memintaku untuk mengisi sedikit dari bagian waktumu?
Apakah hatimu selembut angin yang selalu ada di mimpi?
Menyejukan sunyi-sepi yang telah lama menguasai hati


Satu dua tetesan gerimis perlahan membasahi seruas jalan di Jogja
Jalan dimana kepada waktu terserahkan sekantung asa
Kau dan aku saling memandang dengan punggung
Menikmati sendiri pohon-pohon di tepi jalan yang tak begitu nyata
Meresapi hati masing-masing yang semakin terkurung


Kita masih berdiri dan belum saling pandang
Merasakan benturan air yang semakin keras
Memahami dingin yang mulai membuat kita mengigil


Apakah masih akan ku dengar suara kau mengucapkan terimakasih?
Melihatmu datang ke kamarku dan tertawa
Apakah semua itu hanya fatamorgana?
Dimana kelembutanmu hanya angin yang tak bisa kusentuh


Kita memang tak pernah saling sama
Tak terkecuali untuk mencoba


Yogyakarta, 9 Desember 2009

TEBAWA GELOMBANG PASANG


Siapa yang mengajak mu keluar malam?
Mengenalkanmu pada kekelawar hitam

Siapa yang membuat air jiwa mu keruh?
Mengajak mu ketempat yang riuh

Melihatmu dulu menyenangkan
Melihatmu kini menyedihkan

Ketika hari mulai remang
Cahaya itu bisa saja seketika hilang

Masihkah kau akan terus memandang cahaya rembulan
Dan tak mau menyalakan cahaya dari lenteramu sendiri

Sebelum noda semakin ketara
Dan  belum bertugas kecewa dalam dada juga rasa
Apakah kau tak ingin pulang,
Membasuh muka mencari tenang?

Apakah kau terlanjur terkurung,
Atau tak menemukan kendaraan yang akan mengantarmu pulang?

Yogyakarta, 12 Desember 2009

SUARA SEPI TERUNTUK SAHABAT

Ini kali pertama ku merasakan sunyi teramat 
Semua pergi, 
Di sekeliling tak mau mengerti 
Kini sendiri 
Menepi 
Dan sepi menabur duri 


Sahabat…. 
Apa hatiku mulai berkarat? 
Aku mulai ragu pada ketulusan yang sedari dulu ku pegang erat 
Ini pandang mulai goyah 
Melemah karena tak jua diberi rumah 


Sahabat… 
Jika begini Aku bisa apa? 
Dan kau dimana? 


Ini malam kian terasa sepi 
Semua habis tinggal ini 
Secuil kerinduan untuk berbagi 
Jika kau tau segeralah kembali 
Temani aku lagi 


 Yogyakarta, 5 November 2009

Rabu, 09 Maret 2011

SANG LALU

Helaian padi yang menjadi kuning, 
merunduk berbalur embun....
Suasana kini menjadi hening,... 


sang lalu melangkah pergi ke tempat kering 
yang tak mengenal dunia bising.... 
Terlamapau erat sang lalu menempatkan diri di hati 
yang di dalam renung mengisi sela-sela hari 
pada gambar nyata yang fiksi


Walau telah pergi, 
sang lalu di kalbu takkan terhenti dan mati...


Yogyakarta, Maret 2011

UNTUKMU YANG TELAH PERGI

Jika waktu telah datang di penghujung senja……… 
Sepi mulai terasa 
Dan dia yang kemarin telah tiada 
Tawa-tawa terkenang 
Cuma Ingin rehat sejenak 
Agar penat tak lagi tampak 


Serunai………serunai! Apa katamu? 
Kemarilah kita bicara lagi 
Sambil kau pijit pundakku sesekali 
Kan ku bacakan sajak pendek untukmu 
Rasakan…..rasakan 
Malam yang dinginnya kian menekan-nekan di pori 


Tidurlah jika terasa lelah, 
Padamu dengan do’a kan kuselimuti 


Yogyakarta 15 Januari 2011